Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Umatku telah dikaruniai lima hal yang istimewa yang belum pernah diberikan kepada umat-umat sebelum mereka: 1) Bau mulut orang yang berpuasa lebih ha-rum di sisi Allah daripada harum kesturi; 2) Ikan-ikan di lautan memo-honkan ampunan bagi mereka hingga mereka berbuka puasa; 3) Allah menghiasi surga-Nya setiap hari kemudian berfirman, ‘Sebentar lagi ham-ba-hamba-Ku yang saleh akan diangkat segala kesusahan dari mereka dan mereka akan datang kepadamu’; 4) Syetan-syetan yang jahat akan dibeleng-gu supaya tidak dapat bebas menggoda mereka sebagaimana yang biasa mereka lakukan di luar bulan Ramadhan; 5) Pada malam terakhir bulan Ramadhan mereka yang berpuasa akan diampuni.” Rasulullah saw. dita-nya, “Wahai Rasulullah, apakah malam itu malam Lailatul Qadar?” Rasulullah saw. menjawab, “Bukan, tetapi selayaknya seorang pekerja itu diberikan upahnya apabila telah menyelesaikan pekerjaannya.” (Hr. Ahmad)
Pembahasan:
Rasulullah saw. dalam hadits ini telah menyebutkan lima keistime-waan yang merupakan anugerah khusus dari Allah Swt. untuk umat ini yang tidak diberikan kepada orang yang berpuasa dari umat terdahulu. Alangkah beruntungnya seandainya kita menghargai nikmat yang besar ini dan ber-usaha untuk mendapatkan pemberian yang istimewa tadi.
Rasulullah saw. dalam hadits ini telah menyebutkan lima keistime-waan yang merupakan anugerah khusus dari Allah Swt. untuk umat ini yang tidak diberikan kepada orang yang berpuasa dari umat terdahulu. Alangkah beruntungnya seandainya kita menghargai nikmat yang besar ini dan ber-usaha untuk mendapatkan pemberian yang istimewa tadi.
Keistimewaan pertama yaitu, diterangkan kepada kita bahwa bau mu-lut orang yang berpuasa yang terjadi dalam keadaan lapar adalah lebih disu-kai Allah daripada wangi kasturi. Para pensyarah hadits telah menyimpulkan kata-kata ini ke dalam delapan penafsiran sebagaimana yang telah saya sebut-kan dalam syarah al Muwaththa’. Namun menurut saya ada tiga penafsiran yang paling kuat dari delapan penafsiran itu.
Penafsiran pertama; Allah Swt. akan memberikan pahala atas bau mu-lut orang yang berpuasa di akhirat kelak dengan wewangian yang lebih berharga dan lebih wangi daripada minyak kasturi. Ini adalah keterangan yang jelas dan ini tidak terlalu jauh dari maksud hadits di atas. Riwayat seperti ini juga telah diterangkan dengan jelas dalam kitab Durrul Mantsur. Oleh karena itu, keterangan ini berada dalam posisi yang telah ditetapkan.
Penafsiran kedua; Pada hari kiamat, ketika manusia dibangkitkan dari kuburnya, maka akan keluar dari mulut orang yang berpuasa wangi-wangian yang lebih harum daripada minyak kasturi yang merupakan tanda-tanda puasanya.
Penafsiran ketiga; Menurut pendapat saya yang serba lemah ini, pe-nafsiran yang terbaik dan dapat diterima dari kedua pendapat di atas adalah, bahwa ketika di dunia saja bau mulut orang yang berpuasa lebih disukai oleh Allah daripada harum kasturi. Hal ini merupakan bagian dari kasih sayang Allah kepada hamba-Nya yang berpuasa. Seseorang yang mempunyai hu-bungan cinta dengan orang lain, betapapun tidak enak baunya yang keluar dari mulut orang itu, namun menurut-Nya adalah lebih baik daripada ribuan wangi-wangian. Maksudnya adalah menunjukkan kesempurnaan taqarrub (kedekatan) orang itu dengan Allah Swt., yang dalam hal ia berada dalam posisi yang dicintai. Puasa adalah salah satu ibadah yang paling disukai oleh Allah Swt.. Oleh karena itu, Dia berfirman, “Setiap ganjaran ámal, akan dibe-rikan kepadanya melalui malaikat, namun untuk pahala puasa Aku sendiri yang akan memberikannya, karena puasa adalah khusus bagi-Ku.”
Sebagian ulama mengatakan bahwa lafazh ’ yang artinya “Aku sendiri adalah ganjarannya.” Yakni ‘Aku sendirilah yang akan memberikan ganjarannya’. Ganjaran apakah yang lebih tinggi daripada bertemu dengan yang dikasihi. Dikatakan dalam sebuah hadits bahwa pintu dari seluruh ibadah adalah puasa. Maksudnya ialah, dengan sebab puasa, maka hati akan becahaya, sehingga timbul kecintaan pada setiap ibadah. Namun semua ini akan diperoleh apabila puasanya itu adalah puasa yang benar, bukan hanya sekedar menahan lapar, bahkan disertai dengan menjaga adab-adabnya yang akan diterangkan secara terperinci pada hadits ke-9 nanti.
Di sini saya ingin mengingatkan tentang masalah penting berkenaan dengan hadits yang menerangkan tentang bau mulut orang yang berpuasa. Sebagian imam-imam madzhab melarang orang yang berpuasa untuk ber-siwak setelah tengah hari. Tetapi menurut madzhab Imam Abu Hanifah, ber-siwak disunnahkan kapan saja, karena dengan bersiwak bau gigi/mulut akan hilang. Sedangkan bau mulut yang disebutkan dalam hadits di atas adalah bau mulut yang terjadi karena perut yang kosong, bukan karena gigi. Alasan-alasan mengenai hal ini terdapat dalam kitab-kitab fiqih dan hadits Hanafiyah.
Keistimewaan kedua yaitu, ikan-ikan di laut akan beristighfar memohonkan ampunan untuk orang yang berpuasa. Maksud hadits sini menjelas-kan betapa banyaknya makhluk hidup yang berdoá untuknya. Paman saya, Maulana Muhammad Ilyas rah.a. pernah mengatakan hal ini jelas sekali karena Allah berfirman dalam al Quran yang artinya:
“Sesungguhnya mereka yang beriman dan berámal saleh, niscaya Yang Maha Rahman akan mencintai mereka.”
Keistimewaan kedua yaitu, ikan-ikan di laut akan beristighfar memohonkan ampunan untuk orang yang berpuasa. Maksud hadits sini menjelas-kan betapa banyaknya makhluk hidup yang berdoá untuknya. Paman saya, Maulana Muhammad Ilyas rah.a. pernah mengatakan hal ini jelas sekali karena Allah berfirman dalam al Quran yang artinya:
“Sesungguhnya mereka yang beriman dan berámal saleh, niscaya Yang Maha Rahman akan mencintai mereka.”
Disebutkan dalam sebuah hadits, “Apabila Allah mencintai seorang hamba-Nya, maka Dia akan berfirman kepada Jibril, ‘Aku mencintai orang itu, maka hendaklah engkau mencintainya juga’. Maka Jibril pun mencintainya dan mengumumkan kepada penghuni langit, ‘Orang itu dicintai Allah, kalian pun hendaknya mencintainya’, maka semua peghuni langit pun mencintainya dan kecintaan terhadap orang itu diterima (tersebar) ke seluruh bumi.” Ini adalah suatu kaidah yang umum. Biasanya, seseorang akan dicintai oleh orang-orang yang dekat dengannya, tetapi di sini cinta itu begitu tersebar bukan hanya di sekitarnya, bahkan hewan-hewan di hutan dan ikan-ikan di laut pun mencintainya, dan mereka berdoá untuknya, seakan-akan kecintaan kepada orang tersebut menembus batas daratan dan lautan.
Keistimewaan ketiga adalah dihiasinya surga yang diperuntukan bagi orang yang berpuasa. Banyak sekali riwayat yang menerangkan hal ini. Da-lam sebagian riwayat diterangkan, sejak permulaan tahun, surga telah dihias untuk menyambut kedatangan bulan Ramadhan. Dan ini adalah suatu kaidah bahwa semakin penting kedatangan seseorang, maka semakin banyak per-siapan akan dilaksanakan. Seperti pernikahan misalnya, beberapa bulan sebe-lumnya telah dipersiapkan.
Keistimewaan keempat adalah syetan-syetan dibelenggu sehingga perbuatan maksiat akan berkurang. Tuntutan dari curahan rahmat dan sema-ngat serta banyaknya ibadah di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini ada-lah untuk mengusir syetan. Karena di bulan ini syetan berusaha sekuat tena-ga untuk menggagalkan dan menghilangkan puasa, sehingga maksiat mera-jalela di muka bumi bahkan sampai melampaui batas. Walaupun tidak tampak jelas, tetapi secara umum terlihat berkurangnya perbuatan dosa. Berapa banyak para pemabuk yang meninggalkan minuman keras pada bulan ini, berapa banyak kemaksiatan yang biasa dilakukan secara terang-terangan terhenti karena keberkahan bulan ini. Kalaupun masih juga ada perbuatan dosa, hal itu bukanlah suatu perkara yang sulit dalam memahami hadits di atas, karena kandungan hadits itu menerangkan bahwa yang dibelenggu adalah syetan yang sangat jahat. Maka jangan heran jika masih terjadi per-buatan-perbuatan dosa, karena hal itu akibat pengaruh syetan yang lebih ke-cil kadar kejahatannya.
Dalam riwayat lain terdapat keterangan bahwa pembelengguan sye-tan-syetan itu secara mutlak tanpa batasan hanya syetan-syetan yang terjahat saja. Maka apabila yang dimaksud oleh hadits di atas adalah pembatasan kepada syetan yang terjahat, yang terkadang satu lafazh disebutkan secara mutlak, namun di pihak lain diketahui adanya pembatasan, maka ini pun bu-kanlah suatu hal yang bertentangan dalam hadits. Sebaliknya, jika yang dimaksud oleh hadits di atas adalah pembelengguan seluruh syetan, maka terjadinya kemaksiatan di bulan Ramadhan bukanlah sesuatu yang aneh. Ka-rena walaupun secara umum kemaksiatan itu terjadi karena godaan syetan, tetapi dapat juga terjadi karena pengaruh kuat dari racun dan hawa nafsu manusia yang sudah terbiasa dengan perbuatan maksiat di luar bulan Rama-dhan, sehingga lama kelamaan hal itu menjadi tabiat yang sulit dihilangkan. Inilah sebabnya mengapa orang-orang yang biasa berbuat dosa di luar bulan Ramadhan, maka di bulan Ramadhan pun ia tetap melakukan dosa. Karena orang itu terbiasa hidup dengan hawa nafsunya, maka dosa-dosa itu pun ter-jadi karena pengaruh hawa nafsunya.
Ada riwayat lain yang menguatkan hal ini, yaitu sabda Rasulullah saw. yang menyatakan bahwa apabila seseorang melakukan suatu dosa, maka satu titik hitam akan melekat di hatinya. Apabila dia bertaubat dengan betul, maka titik hitam itu akan terhapus. Jika tidak bertaubat, maka titik hitam itu akan tetap melekat. Apabila dia melakukan dosa lainnya, maka titik hitam lainnya akan muncul di hatinya sehingga hatinya betul-betul menjadi hitam. Jika sudah demikian, maka tiada suatu nasihat pun yang dapat masuk ke dalam hatinya. Mengenai hal itu Allah Swt. berfirman:
“Sekali-kali tidak! Bahkan hati-hati mereka telah berkarat (oleh maksiat).”
“Sekali-kali tidak! Bahkan hati-hati mereka telah berkarat (oleh maksiat).”
Dengan sendirinya hati itu akan cenderung kepada dosa-dosa. Inilah alasannya mengapa banyak orang yang tanpa segan melakukan suatu dosa tertentu, namun ketika melakukan dosa yang lain, hatinya tidak menerima-nya. Misalnya orang yang biasa minum khamr, apabila mereka disuruh makan daging babi, dia akan membencinya, padahal keduanya sama-sama maksiat. Oleh sebab itu, apabila seseorang terus menerus melakukan dosa di luar bulan Ramadhan sehingga hatinya menjadi berkarat, maka di bulan Ramadhan pun ia akan terus melakukan dosa walaupun tanpa digoda oleh syetan.
Berdasarkan keterangan ini, apabila yang dimaksud oleh hadits di atas adalah pembelengguan seluruh syetan, maka dosa-dosa yang terjadi di bulan Ramadhan bukanlah sesuatu yang bertentangan dengan hadits. Dan apabila dalam hadits di atas terdapat batasan bahwa yang dibelenggu hanya-lah syetan-syetan terjahat, maka hal itu juga tidak bertentangan dengan ha-dits. Sedangkan menurut saya yang dhaif ini, perhatian terhadap hal ini ada-lah lebih utama dan setiap orang mampu memikirkannya dan mampu meng-ambil pengalaman darinya bahwa untuk melakukan ámal saleh atau mening-galkan maksiat di bulan Ramadhan tidaklah begitu sulit dibandingkan dengan di luar bulan Ramadhan. Sedikit perhatian dan kesungguhan sudah cukup untuk melakukannya.
Menurut pendapat Maulana Syah Muhammad Ishaq, kedua hadits itu ditujukan sesuai dengan perbedaan manusia, yakni bagi orang fasiq maka syetan-syetan yang sombong saja yang akan dibelenggu, sedangkan bagi orang saleh, maka seluruh syetan akan dibelenggu.
Keistimewaan kelima adalah, pengampunan yang dihadiahkan bagi seluruh orang yang berpuasa pada malam terakhir bulan Ramadhan. Kete-rangan seperti ini telah disebutkan dalam riwayat sebelumnya. Karena malam yang paling utama di bulan Ramadhan adalah malam Lailatul Qadar, maka para sahabat mengira bahwa karunia sebesar itu hanya diperuntukkan bagi malam Lailatul Qadar saja. Tetapi Rasulullah saw. memberitahukan kepada mereka bahwa keutamaan Lailatul Qadar adalah sesuatu yang terpisah. Sedangkan keutamaan yang diberikan pada akhir Ramadhan ini adalah seba-gai karunia bagi orang yang berpuasa dengan baik hingga akhir Ramadhan.
(Fadhilah Amal Karya Maulana Zakariya Al Kandahlawy Rohmatulloh 'alaih)
(Fadhilah Amal Karya Maulana Zakariya Al Kandahlawy Rohmatulloh 'alaih)
0 Response to "Fadhilah Romadhon : Hadist Kedua"
Post a Comment