Dari Anas r.a. berkata, “Ketika bulan Ramadhan tiba, Rasulullah saw. bersabda, ‘Sesungguhnya telah tiba bulan ini di hadapan kalian yang di dalamnya terdapat satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barangsiapa yang terhalang darinya, maka sungguh dia telah terhalang dari segala kebaikan. Dan tidaklah seseorang itu terhalang dari kebaikan, melainkan orang yang benar-benar terhalang (bernasib buruk).” (Hr. Ibnu Majah – at Targhib)
Penjelasan:
Sebenarnya jika dipikirkan, betapa malangnya seseorang yang menyia-nyiakan dengan tangannya sendiri karunia yang sangat besar ini. Seorang petugas kereta api rela untuk berjaga sepanjang malam demi beberapa ger-bong kereta api saja. Maka apalah sulitnya berjaga sepanjang malam di bulan Ramadhan demi mendapatkan delapan puluh tiga tahun ibadah. Sebenarnya semua kelalaian ini adalah karena tidak adanya keinginan dalam hati. Apabila ada sedikit keinginan, jangankan satu malam, beberapa malam pun kita akan sanggup berjaga-jaga.
Sebenarnya jika dipikirkan, betapa malangnya seseorang yang menyia-nyiakan dengan tangannya sendiri karunia yang sangat besar ini. Seorang petugas kereta api rela untuk berjaga sepanjang malam demi beberapa ger-bong kereta api saja. Maka apalah sulitnya berjaga sepanjang malam di bulan Ramadhan demi mendapatkan delapan puluh tiga tahun ibadah. Sebenarnya semua kelalaian ini adalah karena tidak adanya keinginan dalam hati. Apabila ada sedikit keinginan, jangankan satu malam, beberapa malam pun kita akan sanggup berjaga-jaga.
Pada akhirnya, kita semua mengetahui bagaimana Rasulullah saw. sendiri, walaupun beliau telah meyakini kabar gembira dan janji-janji yang Allah berikan kepada beliau namun beliau shalat begitu panjangnya sehingga kaki beliau menjadi bengkak karenanya. Kita semua senantiasa memuja nama beliau dan kita pun mengaku sebagai umatnya. Orang-orang yang meng-hargai hal itu, maka ia akan mengerjakan semuanya. Dan memperlihatkan dirinya sebagai contoh bagi seluruh umat, sehingga tiada seorang pun yang berkesempatan untuk mengatakan: “Siapakah yang sanggup mengikuti ‘keta-makan’ Rasulullah saw. dalam beribadah? dan “Kepada siapakah hal itu bisa terjadi?” Hendaknya perlu dipahami dalam hati bahwa seseorang yang betul-betul ingin meneladaninya, tidak akan sulit baginya untuk menggali ‘sungai susu’ dari gunung. Namun hal ini akan terasa sangat sulit didapati tanpa ‘membereskan sandal’ seseorang.
Sayidina Umar r.a. setelah menunaikan shalat Isya di masjid, beliau pulang ke rumah, kemudian melanjutkannya dengan shalat nafil sepanjang malam hingga adzan Shubuh.
Sayidina Utsman r.a., berpuasa di siang hari, dan menghabiskan selu-ruh malamnya dengan melaksanakan shalat. Beliau hanya sedikit tidur pada bagian pertama malam, dan membaca seluruh al Quran dalam satu rakaat shalat. Dalam kitab Ihya Ulumiddin Imam Ghazali telah menulis sebuah riwayat yang mutawatir dari Abu Thalib Makki rah.a. yang menyebutkan tentang 40 orang tabiin yang biasa melaksanakan shalat Shubuh dengan wudhu shalat Isya.
Sayidina Utsman r.a., berpuasa di siang hari, dan menghabiskan selu-ruh malamnya dengan melaksanakan shalat. Beliau hanya sedikit tidur pada bagian pertama malam, dan membaca seluruh al Quran dalam satu rakaat shalat. Dalam kitab Ihya Ulumiddin Imam Ghazali telah menulis sebuah riwayat yang mutawatir dari Abu Thalib Makki rah.a. yang menyebutkan tentang 40 orang tabiin yang biasa melaksanakan shalat Shubuh dengan wudhu shalat Isya.
Syaddad r.a. salah seorang sahabat Nabi, biasa berbaring dan memi-ringkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri sepanjang malam hingga fajar, lalu ia berkata, “Ya Allah, ketakutan terhadap api neraka Jahanam telah meng-hilangkan rasa kantukku.” Aswad bin Yazid r.a. tidur sedikit di antara Maghrib dan Isya, dan senantiasa beribadah sepanjang malam di bulan Ramadhan. Diriwayatkan mengenai Sa’id bin Musayyab rah.a. bahwa beliau mengerjakan shalat Shubuh dengan wudhu shalat Isya selama lima puluh tahun. Silah bin Asyam pernah beribadah sepanjang malam dan berkata ketika muncul siang, “Ya Allah, aku tidak layak untuk meminta surga-Mu, hanya ini permohonanku, selamatkanlah aku dari Jahanam.”
Qatadah r.a. mengkhatamkan seluruh al Quran setiap tiga malam pada bulan Ramadhan, dan pada sepuluh malam terakhir beliau mengkhatamkanya setiap malam. Kisah mengenai Imam Abu Hanifah rah.a. sangat terkenal, bahwa selama empat puluh tahun beliau mengerjakan shalat Isya dan Shubuh dengan wudhu yang sama. Ketika sahabatnya bertanya bagaimana beliau me-miliki kekuatan untuk mengerjakan hal itu, beliau berkata, “Ini karena aku berdoá dengan cara yang khusus melalui keberkahan nama-nama Allah.” Di tengah hari beliau tidur sebentar dan berkata, “Dalam hadits kita dinasihati untuk melakukan qailulah (tidur sebentar di tengah hari).” Seolah-olah tidurnya beliau di tengah hari adalah semata-mata untuk mengikuti sunnah. Sambil membaca al Quran beliau banyak menangis sehingga tetangga-tetang-ganya merasa kasihan kepada beliau. Suatu ketika beliau membaca ayat al Quran berikut ini sepanjang malam sambil menangis tersedu-sedu:
بَلِ السَّاعَةُ مَوْعِدُهُمْ وَالسَّاعَةُ أَدْهَىٰ وَأَمَرُّ
“Bahkan saat itu (kiamat), itulah hari yang dijanjikan (untuk mengazab) mereka, dan (azab) saat itu (kiamat) itu lebih dasyat dan lebih pedih.” (Qs. al Qamar [54] ayat 46)
Ibrahim bin Adham tidak tidur siang dan malam pada bulan Ramadhan. Imam Syafi’i rah.a. mengkhatamkan al Quran sebanyak enam puluh kali selama bulan Ramadhan. Selain itu banyak lagi para wali Allah yang mengerjakan anjuran Allah dalam al Quran berikut ini:
Bagi orang-orang tersebut hal ini bukanlah suatu beban yang sulit untuk dilakukan.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan tidak Aku jadikan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.” (Qs. adz Dzariyat [51] ayat 56 )Bagi orang-orang tersebut hal ini bukanlah suatu beban yang sulit untuk dilakukan.
Demikianlah beberapa contoh kisah orang-orang saleh zaman dahulu. Pada zaman sekarang pun masih ada orang-orang yang mengerjakan ámalan seperti itu, walaupun tidak menyamai peringkat mujahadah mereka. Namun walau bagaimanapun contoh mengenai orang-orang yang mengikuti muja-hadah orang-orang saleh dahulu sesuai dengan kemampuannya sampai seka-rang masih ada. Juga masih terdapat orang-orang yang tulus dalam mengikuti Rasulullah saw. di zaman yang rusak ini yang kesenangan dan kesibukan dunianya tidak menghalangi mereka dari kesungguhan beribadah.
Rasulullah saw. bersabda, “Allah berfirman, ‘Wahai anak Adam, luang-kanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kekayaan, dan Aku akan tutupi kefakiranmu. Jika tidak, akan Aku penuhi dadamu dengan berbagai
kesibukan dan kefakiranmu tidak akan pernah terhapus’.” Pengalaman setiap hari merupakan saksi yang adil atas kebenaran sabda Rasulullah saw. ini.Rasulullah saw. bersabda, “Allah berfirman, ‘Wahai anak Adam, luang-kanlah waktumu untuk beribadah kepada-Ku, maka Aku akan memenuhi dadamu dengan kekayaan, dan Aku akan tutupi kefakiranmu. Jika tidak, akan Aku penuhi dadamu dengan berbagai
(Fadhilah Amal Karya Maulana Zakariya Al Kandahlawy Rohmatulloh 'alaih)
0 Response to "Fadhilah Lailatul Qodar : Hadist Kedua"
Post a Comment