Diriwayatkan oleh Thabarani dan Bukhari dalam kitab at Tarikh dari Aqil bin Abu Thalib, katanya: Para pemuka Quraisy menemui Abu Thalib. Kemudian diriwayatkan hadits sebagaimana yang disebutkan dalam bab “Menanggung Penderitaan” yang disebutkan di dalamnya bahwa Abu Thalib berkata kepada Rasulullah saw., “Demi Allah, wahai keponakanku, aku tahu bahwa engkau orang yang sangat kupatuhi. Kaummu telah menemuiku dan menuduh bahwa engkau telah mendatangi mereka di Ka’bah di hadapan khalayak ramai dan engkau telah mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati mereka. Jika engkau berpendapat bahwa lebih baik engkau membiarkan mereka dengan keadaan mereka, maka lakukanlah.”
Kemudian Rasulullah saw. menengadahkan kepalanya ke langit dan bersabda, “Demi Allah, aku tidak berusaha untuk meninggalkan apa yang telah diamanahkan, walaupun salah seorang dari kalian membakarku dengan api dari cahaya matahari ini.”
Di dalam riwayat oleh Baihaqi dikatakan bahwa Abu Thalib berkata kepada Nabi saw., “Wahai keponakanku, sesungguhnya kaummu telah datang menemuiku dan mereka berkata ini dan itu, maka kasihanilah dirimu dan diriku dan jangan membebaniku dengan urusan yang tidak mampu dipikul olehku dan olehmu. Maka jauhilah mereka dari perkataan yang dapat menyakiti mereka.”
Kata-kata itu telah membuat Rasulullah saw. mengira bahwa pamannya akan meninggalkannya, tidak memberi perlindungan lagi dalam menjalankan usaha dakwah, rela menyerahkannya, dan tidak mampu lagi untuk berdiri di pihaknya. Rasulullah saw. bersabda, “Wahai paman, seandainya matahari diletakkan di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, sekali-kali aku tidak akan meninggalkan usaha dakwah ini hingga Allah memenangkannya atau aku binasa dalam perjuangan itu.”
Kemudian berlinanganlah air mata Rasulullah saw. karena menangis. Setelah itu perawi meriwayatkan hadits sebagaimana yang akan disebutkan nanti.
Dikeluarkan oleh Ábd bin Humaid di dalam kitab Musnadnya, dari Ibnu Abi Syaibah dengan sanadnya, dari Jabir bin Abdullah r.a., katanya: Pada suatu hari kaum Quraisy berkumpul dan mereka berkata, “Carilah seorang di antara kalian yang paling tahu tentang sihir, nujum dan syair, kemudian temuilah lelaki ini (Rasulullah saw.) yang telah memecah belah persatuan kita, mencerai-beraikan urusan kita, dan mencaci maki agama kita. Lalu biarkan dia mengajak Muhammad bicara dan memperhatikan apa jawaban Muhammad kepadanya.”
Mereka berkata, “Kami tidak mengetahui seorang pun yang lebih pandai dalam urusan ini selain Útbah bin Rabiáh.”
Mereka berkata lagi, “Pergilah, hai Abu al Walid (Útbah).”
Útbah pun pergi menemui Rasulullah saw. dan berkata, “Wahai Muhammad, apakah engkau lebih baik daripada Ábdullah?”
Rasulullah saw. hanya terdiam mendengar pertanyaan itu. Útbah ber-tanya lagi, “Apakah engkau lebih baik daripada Ábdul Muththalib?” Tak se-patah kata pun yang keluar dari mulut Rasulullah saw..
Útbah berkata, “Jika engkau mengakui bahwa mereka lebih baik dari-padamu, ketahuilah bahwa mereka telah menyembah tuhan-tuhan (berhala) yang telah engkau caci maki itu. Dan jika engkau mengaku lebih baik daripada mereka, maka berbicaralah sehingga kami mendengar perkataan-mu. Demi Allah, sesungguhnya tidaklah kami melihat seorang anak yang disayangi oleh kedua orang tuanya dan kaumnya, yang lebih mendatangkan kesialan kepada kaumnya dari kamu. Sesunggunya engkau telah memecah belah persatuan dan mencerai-beraikan urusan kami, mencaci maki agama kami dan mempermalukan kami di kalangan bangsa Arab sehingga tersebar kabar kepada mereka bahwa ada seorang tukang sihir dan ahli nujum di antara kaum Quraisy. Demi Allah, kami tidak menantikan kecuali suara yang sangat keras di saat musibah, di mana sebagian kami berdiri di hadapan sebagian lainnya dengan membawa pedang sampai kami saling membinasakan. Hai Muhammad, jika kau mempunyai keinginan, kami akan mengumpulkan untukmu segala kekayaan sehingga kamu akan menjadi orang yang terkaya di antara kaum Quraisy. Jika kamu ingin menikah, pilihlah sepuluh wanita yang paling kau sukai dan kami akan menikahkanmu.”
Rasulullah saw. bersabda, “Sudah selesaikah pembicaraanmu?”
“Ya,” jawab Útbah.
Rasulullah saw. bersabda lagi, “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang…” setelah mengucapkan basmalah, Rasulullah saw. membaca ayat di bawah ini:
حم (1) تَنْزِيلٌ مِنَ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (2) كِتَابٌ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ (3) بَشِيرًا وَنَذِيرًا فَأَعْرَضَ أَكْثَرُهُمْ فَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ (4) وَقَالُوا قُلُوبُنَا فِي أَكِنَّةٍ مِمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ وَفِي آذَانِنَا وَقْرٌ وَمِنْ بَيْنِنَا وَبَيْنِكَ حِجَابٌ فَاعْمَلْ إِنَّنَا عَامِلُونَ (5) قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِينَ (6) الَّذِينَ لا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ (7) إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ (8) قُلْ أَئِنَّكُمْ لَتَكْفُرُونَ بِالَّذِي خَلَقَ الأَرْضَ فِي يَوْمَيْنِ وَتَجْعَلُونَ لَهُ أَنْدَادًا ذَلِكَ رَبُّ الْعَالَمِينَ (9) وَجَعَلَ فِيهَا رَوَاسِيَ مِنْ فَوْقِهَا وَبَارَكَ فِيهَا وَقَدَّرَ فِيهَا أَقْوَاتَهَا فِي أَرْبَعَةِ أَيَّامٍ سَوَاءً لِلسَّائِلِينَ (10) ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ (11) فَقَضَاهُنَّ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ فِي يَوْمَيْنِ وَأَوْحَى فِي كُلِّ سَمَاءٍ أَمْرَهَا وَزَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَحِفْظًا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ (12) فَإِنْ أَعْرَضُوا فَقُلْ أَنْذَرْتُكُمْ صَاعِقَةً مِثْلَ صَاعِقَةِ عَادٍ وَثَمُودَ (13)
“Haa miim. Diturunkan dari Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Kitab yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab untuk kaum yang mengetahui, yang membawa berita gem-bira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka ber-paling (daripadanya); maka mereka tidak (mau) mendengarkan. Me-reka berkata, ‘Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan, dan antara kami dan kamu ada dinding, maka bekerjalah kamu; sesung-guhnya kami bekerja (pula).’ Katakanlah, ‘Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Tu-han kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka tetaplah pada jalan yang lurus menuju kepada-Nya, dan mohonlah ampun kepada-Nya. Dan kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan(-Nya). (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan ámal yang shalih, mereka mendapat pa-hala yang tiada putus-putusnya.’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya pantas-kah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkatinya dan Dia menentukan pada-nya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Pen-jelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi, ‘Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.’ Kedua-nya menjawab, ‘Kami datang dengan suka hati.’ Kemudian Dia menjadi-kannya dalam dua masa dan Dia mewahyukan kepada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. De-mikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Jika mereka berpaling, katakanlah, ‘Aku telah memperingatkan kamu de-ngan petir, seperti petir yang menima kaum Ád dan Tsamud.’” (Qs. Fushshilat ayat 1-13)
“Tidak,” Rasulullah saw. menyahut.
Útbah bergegas kembali kepada kaum Quraisy. Mereka bertanya, “Apa yang telah terjadi?”
Útbah menjawab, “Apa yang kalian perintahkan untuk disampaikan telah kusampaikan semuanya tanpa ada satu pun yang ketinggalan.”
Mereka bertanya, “Apakah dia menjawab semua pertanyaanmu?”
“Ya,” jawab Útbah. Dia melanjutkan, “Tidak, demi Dzat Yang telah menegakkan Ka’bah, aku tidak memahami perkataannya sedikit pun kecuali dia mengancam kalian dengan petir sebagaimana yang telah ditimpakan kepada kaum Áad dan Tsamud.”
Mereka berkata, “Celakalah kamu! Lelaki itu telah berbicara padamu dengan menggunakan bahasa Arab tetapi mengapa kau tidak paham apa yang dikatakannya?”
“Tidak!” jawab Útbah lagi, “Demi Allah, aku tidak memahami kata-katanya kecuali ancaman petir itu.”
Diriwayatkan oleh Baihaqi dan yang lainnya dari al Hakim dan ia me-nambahnya dengan perkataan, “Jika engkau menginginkan kekuasaan, maka kami akan mengikatkan panji-panji kami untukmu dan engkau menjadi ketua kami seumur hidup.”
Dalam riwayat Baihaqi disebutkan bahwa ketika Rasulullah saw. mem-baca: “Jika mereka berpaling, maka katakanlah, ‘Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum Áad dan kaum Tsamud.’”
Maka Útbah memegang mulut beliau dan meminta beliau dengan hak kekerabatan agar beliau berhenti. Útbah tidak keluar menemui keluarganya bahkan menjauhkan diri dari mereka. Maka Abu Jahal berkata, “Demi Allah, wahai kaum Quraisy! Kami tidak berpendapat mengenai diri Útbah selain ia telah cenderung mengikuti Muhammad, dan makanan Muhammad telah membuatnya senang dan ridha. Hal itu tidak terjadi melainkan karena ke-miskinan yang menimpanya. Marilah ikut kami untuk menemuinya.”
Mereka pun mendatangi Útbah lalu Abu Jahal berkata, “Demi Allah, wahai Útbah, kami tidak datang kecuali karena engkau mulai simpati kepada Muhammad dan urusannya telah membuatmu senang dan ridha. Jika engkau mempunyai suatu kebutuhan, maka kami akan mengumpulkan harta kami untukmu yang lebih mencukupi daripada makanan Muhammad itu.”
Maka Útbah sangat marah dan bersumpah dengan nama Allah untuk tidak berbicara dengan Muhammad selamanya.
Útbah berkata, “Sesungguhnya kalian mengetahui bahwa aku adalah salah satu orang yang terkaya di kalangan kaum Quraisy, tetapi aku datang menemuinya” – Útbah menceritakan kepada mereka semua yang telah terjadi – “Dia telah menjawab pertanyaanku dengan sesuatu yang bukanlah sihir ataupun syair, dan bukan juga mantera. Dia membaca Bismillaahir Rahmaanir Rahiim… (Qs. Fushshilat ayat 1-13). Maka aku tutup mulutnya dan memintanya dengan hak kekerabatan agar ia berhenti. Dan sesungguhnya kamu sekalian mengetahui bahwa jika Muhammad berkata-kata, ia tidak pernah berdusta; maka aku takut seandainya azab turun kepada kalian.”
Demikian tersebut dalam kitab al Bidaayah (3/26). Abu Ya’la me-riwayatkan hadits ini dari Jabir r.a. seperti hadits Ábd bin Humaid. Abu Nu’aim menyebutkannya dalam kitab ad Dalail (hal. 75) semisal itu, dan al Haitsami berkata (juz 6, hal. 20): Dalam sanadnya terdapat al Ajlah al Kindi. Dia dikuatkan oleh Ibnu Ma’in dan lainnya, tetapi an Nasa’i dan lainnya mendhaifkannya. Sedang rawi-rawi lainnya kuat (dapat dipercaya).
Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam kitab Dala’il an Nubuwwah dari Ibnu Úmar r.a. bahwa kaum Quraisy berkumpul untuk menemui Rasulullah saw. ketika beliau sedang duduk di dalam masjid. Útbah bin Rabiáh berkata kepada mereka, “Tinggalkanlah aku seorang diri agar aku dapat menemuinya dan berbicara dengannya. Barangkali aku terasa lebih akrab dengannya daripada kalian.”
Útbah segera bangun dan duduk berdekatan dengan Rasulullah saw. seraya berkata, “Wahai keponakanku, aku melihat engkau berasal dari kaum yang paling terhormat dan punya kedudukan paling mulia di sisi kami. Namun engkau telah melakukan sesuatu kepada kaummu yang tidak pernah seorang pun melakukan hal itu kepada kaumnya. Jika engkau mengingin-kan harta dari cerita yang kau bawa itu, maka kaummu akan mengumpulkan harta untukmu sehingga engkau akan menjadi orang paling kaya di antara kami. Jika engkau menginginkan kemuliaan, maka kami akan memu-liakanmu sehingga tiada seorang pun di antara kaummu yang lebih mulia darimu dan kami tidak akan membuat suatu keputusan tanpa persetujuanmu. Jika perbuatanmu itu disebabkan oleh kemasukan jin lalu engkau tidak mampu menghindarinya, maka kami akan mengorbankan apa saja yang menjadi milik kami sehingga kami diberi kesempatan untuk mencarikan obat penyakitmu. Jika engkau ingin jadi raja, maka kami akan menjadikan engkau seorang raja.”
Mendengar kata-kata itu Rasulullah saw. bersabda, “Apakah engkau sudah selesai berbicara, wahai Abu al Walid?”
“Ya,” jawab Útbah.
Rasulullah saw. membaca surat Haa Miim as Sajdah sehingga ketika Rasulullah saw. membaca ayat sajadah , beliau bersujud sedangkan Útbah meletakkan kedua tangannya di belakang punggungnya, hingga Rasulullah saw. selesai membaca ayat itu. Kemudian Útbah bangun dalam keadaan tidak mengetahui jawaban apa yang akan dia bawa ke tempat kaumnya ber-kumpul.
Ketika kaum Quraisy melihat Útbah, mereka berkata, “Sesungguhnya ia telah kembali dengan rupa yang berbeda dengan keadaan ketika akan pergi menemui Muhammad.”
Útbah duduk di antara mereka dan berkata, “Wahai kaum Quraisy, aku telah menyampaikan kepadanya apa yang kalian perintahkan. Ketika aku telah selesai berbicara, ia mengucapkan kata-kata yang – demi Allah – kedua telingaku belum pernah mendengar kata-kata seperti itu. Aku tidak mengetahui apa yang telah kusampaikan kepadanya. Wahai orang-orang Quraisy, taatilah aku pada hari ini dan kalian boleh menentangku pada hari berikutnya. Tinggalkanlah lelaki itu dan jauhilah ia. Demi Allah! Ia tidak akan meninggalkan agamanya. Biarkanlah apa yang terjadi antara ia dan seluruh bangsa Arab. Seandainya ia berhasil, maka kemuliaannya akan menjadi kemuliaanmu dan keagungannya akan menjadi keagunganmu. Jika mereka berhasil mengalahkannya, maka kalian sudah dijaga darinya melalui tangan orang lain.”
Mereka berkata, “Kamu telah condong kepada Muhammad dan masuk agamanya, hai Abu al Walid.”
Demikian disebutkan oleh Ibnu Ishaq secara lengkap seperti disebut-kan dalam kitab al Bidaayah (juz. 3 hal. 63), dan al Baihaqi juga meriwayat-kannya dengan singkat dari hadits Ibnu Úmar. Ibnu Katsir berkata dalam Kitab al Bidaayah (juz 3, hal. 64): “Hadits ini gharib sekali dari sanad ini.”
0 Response to "Penolakan Rasulullah S.A.W. untuk Meninggalkan Dakwah"
Post a Comment